Mobilyaelemani – Dunia bursa transfer musim dingin 2025 dikejutkan dengan spekulasi yang menghubungkan striker legendaris Barcelona, Robert Lewandowski, dengan raksasa Italia, AC Milan. Meskipun kepindahan ini terdengar seperti “pernikahan” impian antara salah satu penyerang terbaik dunia dengan salah satu klub paling bersejarah di Eropa, banyak pakar sepak bola justru memberikan nada sumbang. Narasi bahwa “Lewandowski Diperingatkan: Akan Kesulitan jika Gabung Milan” mulai memenuhi kolom-kolom opini media olahraga terkemuka.
Peringatan ini muncul bukan tanpa alasan. Serie A Italia dikenal sebagai liga dengan sistem pertahanan paling gerendel di dunia. Bagi pemain yang sudah menginjak usia senja seperti Lewandowski, transisi dari gaya main terbuka di La Liga ke gaya taktis yang kaku di Italia bisa menjadi bumerang bagi reputasinya yang cemerlang.
Faktor Usia dan Penurunan Akselerasi Fisik Robert Lewandowski

Alasan utama mengapa Robert Lewandowski diperingatkan akan kesulitan jika bergabung Milan adalah faktor usia. Pada tahun 2025, Lewandowski telah berusia 37 tahun. Meskipun ia dikenal sebagai atlet yang sangat disiplin dalam menjaga kebugaran fisik—sering disebut sebagai “The Body” oleh rekan-rekan setimnya—penurunan alami dalam hal kecepatan dan akselerasi tidak bisa dihindari.
Di Serie A, bek-bek seperti Alessandro Bastoni atau Gleison Bremer tidak hanya mengandalkan fisik, tetapi juga kecerdasan posisi. Penyerang yang sudah kehilangan satu atau dua detik dalam akselerasi seringkali terjebak dalam perangkap offside atau gagal melepaskan diri dari kawalan ketat. Jika di Barcelona ia mendapatkan dukungan dari gelandang kreatif yang melimpah, di Milan ia harus bekerja lebih keras secara mandiri, sesuatu yang mungkin sulit dilakukan di usia 37 tahun.
Kesesuaian Taktis dengan Skema Paulo Fonseca
AC Milan di bawah asuhan Paulo Fonseca musim ini menerapkan gaya permainan yang sangat dinamis, mengandalkan transisi cepat dari bertahan ke menyerang. Skema ini membutuhkan penyerang yang memiliki mobilitas tinggi, mampu melakukan pressing dari lini depan, dan terlibat aktif dalam pembangunan serangan dari bawah.
Mengapa Lewandowski dianggap kurang cocok?
-
Gaya Main Statis: Lewandowski adalah penyerang bertipe fox in the box. Ia paling berbahaya ketika berada di dalam kotak penalti lawan. Namun, skema Fonseca seringkali menuntut penyerang untuk melebar ke sayap atau turun menjemput bola hingga ke lingkaran tengah.
-
Kebutuhan Pressing Intensitas Tinggi: Fonseca menginginkan pemain depannya menjadi garis pertahanan pertama. Dengan usia Robert Lewandowski, melakukan sprint intensitas tinggi selama 90 menit untuk menekan bek lawan akan sangat menguras tenaga, yang berisiko pada penurunan akurasi penyelesaian akhirnya.
-
Ketergantungan pada Umpan Silang: Milan musim ini lebih banyak melakukan serangan melalui tusukan individu Rafael Leão dan Christian Pulisic. Jika bola-bola yang dikirimkan tidak sesuai dengan karakter positioning Lewandowski, ia akan sering terisolasi di depan sendirian.
Inilah mengapa banyak pengamat mengatakan bahwa Robert Lewandowski diperingatkan akan kesulitan jika bergabung Milan, karena ia mungkin tidak akan mendapatkan “pelayanan” yang sama mewahnya seperti saat ia bermain di Bayern Munchen atau Barcelona.
Bayang-bayang Kutukan Nomor 9 dan Tekanan Suporter

AC Milan memiliki sejarah panjang dengan penyerang legendaris seperti Marco van Basten, Andriy Shevchenko, hingga Filippo Inzaghi. Namun, setelah era Inzaghi, Milan sempat mengalami periode panjang yang dikenal dengan “Kutukan Nomor 9”. Banyak striker top dunia yang datang ke San Siro dengan ekspektasi tinggi namun berakhir dengan kegagalan tragis, seperti Gonzalo Higuaín, Mario Mandžukić, hingga Fernando Torres.
Meskipun Olivier Giroud sempat mematahkan kutukan tersebut, beban mental mengenakan jersey merah-hitam sebagai penyerang utama tetaplah berat. Robert Lewandowski adalah pemain yang terbiasa menjadi pusat perhatian dan mesin gol utama. Di Milan, tuntutan suporter Rossoneri sangatlah instan. Jika dalam lima pertandingan awal ia gagal mencetak gol, tekanan media Italia yang terkenal kejam bisa merusak kepercayaan dirinya.
Finansial dan Risiko Investasi bagi AC Milan
Dari sisi klub, mendatangkan Robert Lewandowski juga dipandang sebagai risiko finansial. Dengan gaji yang dipastikan sangat tinggi, Milan harus merombak struktur pengupahan mereka. Jika Lewandowski gagal memberikan impak instan berupa gelar juara atau kelolosan jauh di Liga Champions, maka investasi ini akan dianggap sebagai kegagalan besar.
Banyak yang menyarankan agar Milan lebih baik berinvestasi pada penyerang muda potensial seperti Benjamin Šeško atau Santiago Giménez yang memiliki nilai jual kembali di masa depan, daripada mendatangkan mega bintang yang sudah berada di penghujung karier.
Analisis Perbandingan, Serie A vs La Liga

Satu poin penting dalam narasi “Robert Lewandowski Diperingatkan: Akan Kesulitan jika Gabung Milan” adalah perbedaan gaya liga. Di La Liga, banyak tim kecil yang mencoba bermain terbuka melawan Barcelona, memberikan ruang bagi penyerang untuk bermanuver.
Sebaliknya, di Serie A, tim papan bawah seperti Empoli atau Verona seringkali menumpuk 10 pemain di area penalti sendiri saat menghadapi Milan. Dalam situasi “parkir bus” seperti ini, seorang penyerang membutuhkan kekuatan fisik prima untuk berduel udara dan memenangkan bola-bola liar. Lewandowski memang kuat, namun menghadapi dua bek tengah Italia yang bermain kasar selama 90 menit adalah tantangan fisik yang berbeda level bagi pemain seusianya.
Apakah Pindah ke Milan Adalah Langkah Benar?
Robert Lewandowski adalah legenda hidup yang tidak perlu membuktikan apapun lagi kepada dunia. Namun, tantangan di AC Milan bukanlah hal yang sepele. Peringatan para pakar bahwa ia akan kesulitan di Italia didasari oleh logika taktis dan fisik yang masuk akal.
Jika kepindahan ini benar-benar terjadi, Lewandowski harus siap mengubah gaya mainnya menjadi lebih kolektif dan tidak lagi egois mengejar angka individu. Tanpa adaptasi radikal, besar kemungkinan ia hanya akan menjadi nama besar lainnya yang meredup di bawah megahnya lampu stadion San Siro. Rakyat Milan tentu berharap ia bisa menjadi “Zlatan Ibrahimovic kedua” yang memberikan pengaruh mental, namun secara teknis, jalannya akan sangat terjal.
